“ Kuasai media, maka kau kan menguasai dunia”.
Itulah pepatah yang sering kita dengar, yang semakin tua eksistensi manusia,
semakin terlihat kebenaran akan pepatah tersebut. Mungkin, itulah salah satu
faktor penyebab berlomba-lombanya elit politik negeri ini, membangun relasi
dengan pemilik media bertujuan untuk memuluskan jalan mereka dalam mencapai
keinginan. Bahkan beberapa pengusaha
secara terang-terangan mulai mencoba
kebruntungannya dalam dunia politik dengan berbekalkan kepemilikan media
tersebut. Ini bukanlah sebuah rekayasa tetapi berdasarkan fakta yang terjadi di
lapangan.
Konglemerasi
dan kapitalisme media yang terjadi di
indonesia sangat marak. Dan bukan lagi sebuah rahasia bahwa media adalah bisnis
yang sangat mengutungkan, yang mana konglemerasi media dan intervensi
pemilik media dalam memberikan informasi
kepada masyarakat sesuai dengan apa yang mereka kehendaki, berkaitan dengan
bidang ekonomi, sosial bahkan politik.
Jika itu yang terjadi pastinya berita
yang disampaikan tidak sesuai dengan
realita, yang mana berita yang disampaikan tidak netral alias untuk kepentingan
pribadi bagi kandidat politisi tertentu untuk mendapatkan citra yang positif
dari public.
Tidak
usah jauh-jauh melihat USA, di negeri kita tercinta ini, ketidak-indepenan
media massa dalam melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya terlihat dalam
pemilu 2014. Yang mana masing-masing kandidat di dukung oleh raksasa media
massa . PDIP yang mengusung Jokowi-JK menggandeng Surya Paloh yang mana adalah
pemilik Metro TV, sehingga berita yang dikeluarkan oleh Metro TV dan
antek-anteknya selalu berkaitan dengan sepak terjang kedua politisi tersebut,
dan alhasil yang ditampilkan adalah yang mampu mengangkat citra yang baik dan
tidak ayal lagi terkadang menjelek-jelekan lawan politiknyaknya yaitu Prabowo
dengan mengungkap Kasus yang membeilit Prabowo. Sedangkan Gerindra yang
mengusung prabowo dengan menggandeng Aburizal Bakrie yang merupakan politisi
dan juga seorang pengusaha yang memiliki TV One,memberitakan tentang kebaikan
Prabowo demi mendapatkan simpati Public. Kedua media massa raksasa tersebut
sudah jelas-jelas tidak independen.
Jadi
bukanlah hal yang berlebihan jika hasil penelitian dari lembaga kenamaan
Indonesia seperti PR2Media, RemoTV, Inmark Digital dan Masyarakat Peduli Media
mengeluarkan statement yaitu “sebagian besar media di Indonesia belum
menunjukkan independensi dan berpihak kepada kepentingan publik, bahkan
terdapat kelompok media yang memiliki tendensi untuk menyembunyikan kebenaran”.
Memang saja, kedua media massa raksasa tersebut bukan milik publik dan didanai
oleh swasta tetapi menggunakan domain publik oleh karena itu sudah sepatutnya
ketika menyiarkan berita dengan mengutamakan kejujuran dan keadilan sesuai
fakta yang terjadi dilapangan.
Jika kita melihat secara terperinci salah satu fungsi
media massa adalah sebagai pengamat lingkungan dari kondisi sosial politik yang
ada ( Gurevitch dan Blumer (1990:270 )). Media massa berfungsi sebagai alat
kontrol sosial politik yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai
penyimpangan sosial itu sendiri, yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah,
swasta, maupun oleh pihak masyarakat tetapi yang terajdi adalah sebaliknya. Media
seharusnya memuaskan dahaga para pemirsanya dengan informasi yang aktual bukan
pembohongan publik. Media seharusnya menjadi lidah bagi mereka yang yang haknya
telah di rampas.Seharusnya media menjadi pedang untuk memerangi ketidakadilan,
keberpihakan kepada kapitalis. Namun yang terjadi adalah digunakan oleh
orang-orang yang haus akan kekuasaan,
yang haus akan pengakuan ,digunakan oleh manusia yang diragukan kemanusiaannya.Bila
hal ini terus kita abaikan, apa yang akan terjadi kedepannya? Bagaimana dengan
kondisi bangsa ini ? Bangsa seperti apa yang akan kita wariskan kepada anak
cucu kita ? Sungguh, ini adalah sebuah tragedi.
Melihat keadaan tersebut, kita tidak
bisa hanya berharap dari kebijakan pemerintah.Bukan berarti kita tidak
mempercayai waki-wakil kita di senayan, tetapi apalah yang bisa kita harapkan
dari regulasi pemerintah berupa UU, kalau yang menginjak-injak UU tersebut
justru dari oknum-oknum di negara ini. Apalah artinya UU apabila semuanya dapat
dibeli dengan uang? Bagaimana kita berharap pada mereka, toh yang memuluskan
jalan mereka adalah media dengan pembohongan publik yang begitu luar biasa?
Hal ini tergantung ditangan kita, sebagai
masyarakat indonesia yang tidak ingin negara ini hancur. Oleh karena itu sebagai
masyarakat yang masih merasa memiliki negara ini, sebagai masyarakat yang
memiliki harga diri, sebagai masyarakat yang masih memiliki kepedulian sosial,
sebagai masyarakat terdidik, dan berpendidikan, kita tidak hanya bisa melihat
apalagi menikmati yang terjadi hari ini . Kita sebagai masyarakat harus cerdas
dalam memilah media mana yang harus kita ikuti, media mana yang kita konsumsi,
media mana yang beritanya benar-benar aktual, media mana yang memuat berita
sampah dan berita yang layak untuk
disebarkan kepada masyarakat.